https://kabarpintar.com/

Ketakutan Negara Barat Akan Dominasi Mobil Listrik Tiongkok

Ketakutan Negara Barat Akan Dominasi Mobil Listrik Tiongkok – Ketika Tesla pertama kali muncul di dunia otomotif, Amerika sangat mendukung keberadaan mobil listrik. Tesla diprediksi akan menjadi juara dunia di industri ini, layaknya “General Motors baru.” Namun, pada 2025, situasi berubah drastis. Kini, bukan Tesla yang mendominasi, melainkan produsen mobil listrik asal Tiongkok seperti BYD.

Tesla Mulai Tertinggal

Dalam beberapa tahun terakhir, Tesla mengalami stagnasi. Model kendaraan yang mereka keluarkan sangat jarang diperbarui, sementara pesaing dari Tiongkok meluncurkan model baru setiap tahun. Konsumen yang selalu mencari sesuatu yang baru akhirnya beralih ke merek lain.

Di Amerika, pangsa pasar Tesla yang dulu mencapai 70% kini turun di bawah 50%, tergerus oleh merek seperti Hyundai Ioniq dan Kia. Bahkan, ini terjadi sebelum merek-merek Tiongkok seperti BYD dan Wuling masuk ke pasar Amerika. Jika mereka akhirnya diperbolehkan masuk, Tesla bisa semakin terpuruk.

Namun, Elon Musk tampaknya memiliki strategi politiknya sendiri. Sejak kemenangan Donald Trump dalam pemilu, saham Tesla naik 60% dalam tiga bulan terakhir. Musk yang mendukung Trump secara all-out bahkan disebut-sebut akan mendapatkan posisi strategis di pemerintahan.

Eropa Dilema dengan Mobil Listrik Murah

Beralih ke Eropa, situasinya tidak kalah pelik. Negara-negara Eropa terkenal sangat mendukung gerakan hijau dan transisi ke kendaraan listrik. Namun, ironisnya, semakin mereka mendukung mobil listrik, semakin mereka memberi keuntungan kepada Tiongkok.

Mengapa Mobil Listrik Eropa Tidak Bisa Murah?

Harga mobil listrik di Eropa masih sangat mahal dibandingkan mobil konvensional (internal combustion engine/ICE). Sebaliknya, di Tiongkok, harga mobil listrik bahkan lebih murah dibandingkan mobil berbahan bakar bensin. Hal ini membuat adopsi EV di Tiongkok lebih cepat berkembang.

Brand mobil Eropa seperti Mercedes, BMW, dan Peugeot menghadapi tantangan besar. Mereka tidak bisa menurunkan harga terlalu jauh tanpa merusak citra merek mewah mereka. Selain itu, regulasi yang kompleks dan pajak tinggi membuat biaya produksi di Eropa jauh lebih mahal dibandingkan Tiongkok.

Untuk melindungi industri mereka, Uni Eropa menerapkan kebijakan proteksionisme. Mobil Tesla yang masuk ke Eropa dikenakan pajak 7%, sementara mobil Tiongkok dikenakan pajak 17%. Bahkan, ada wacana untuk menaikkan pajak impor mobil listrik Tiongkok hingga 50%. Namun, langkah ini dinilai hanya “memanjakan” industri lokal tanpa benar-benar meningkatkan daya saing mereka.

Mengapa Model Korea dan Tiongkok Lebih Efektif?

Banyak yang membandingkan situasi ini dengan Korea Selatan yang sukses mendukung industri otomotif mereka melalui subsidi besar-besaran kepada perusahaan seperti Hyundai dan Samsung. Namun, ada perbedaan mendasar antara model Korea dan Eropa.

1. Ketatnya Regulasi di Eropa

Di Korea, subsidi hanya diberikan kepada perusahaan yang terbukti mampu bersaing. Jika tidak perform, bantuan pemerintah bisa dihentikan, dan perusahaan tersebut dibiarkan bangkrut. Sebaliknya, di Eropa, perusahaan-perusahaan besar cenderung tetap mendapatkan bantuan meskipun mengalami kerugian. Fenomena ini mirip dengan kondisi di Indonesia, di mana perusahaan BUMN tetap disubsidi meskipun terus merugi.

Selain itu, tingginya biaya tenaga kerja di Eropa membuat daya saing mereka semakin lemah. Regulasi ketenagakerjaan yang ketat seperti kewajiban memberikan enam bulan pemberitahuan sebelum PHK membuat perusahaan sulit beradaptasi dengan perubahan pasar. Sebaliknya, di Tiongkok dan Korea, fleksibilitas tenaga kerja jauh lebih tinggi.

2. Fleksibilitas dan Kecepatan Adaptasi

Salah satu alasan utama mengapa model bisnis Korea dan Tiongkok lebih efektif adalah fleksibilitas dalam menghadapi perubahan pasar. Perusahaan otomotif di dua negara ini mampu menyesuaikan strategi mereka dengan cepat, baik dalam hal inovasi teknologi, strategi harga, maupun distribusi produk.

Di Tiongkok, misalnya, pemerintah memberikan kebebasan kepada perusahaan untuk bereksperimen dengan berbagai teknologi kendaraan listrik. Dari baterai solid-state hingga kendaraan berbasis hidrogen, inovasi terus berkembang tanpa hambatan regulasi yang berlebihan. Sementara itu, di Eropa, regulasi ketat sering kali menghambat inovasi, menyebabkan pengembangan teknologi baru berjalan lebih lambat.

Di Korea Selatan, strategi serupa juga diterapkan oleh Hyundai dan Kia. Mereka cepat mengadopsi tren pasar dengan mengembangkan kendaraan listrik yang lebih terjangkau dan memiliki performa tinggi. Mereka juga fleksibel dalam menyesuaikan desain dan fitur kendaraan sesuai permintaan konsumen global.

3. Biaya Produksi yang Lebih Rendah

Baik Korea maupun Tiongkok memiliki keunggulan dalam hal biaya produksi. Di Tiongkok, rantai pasokan yang sudah matang dan tenaga kerja yang lebih murah memungkinkan produsen seperti BYD memproduksi mobil listrik dengan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan kompetitor di Eropa dan Amerika.

Selain itu, Tiongkok juga menguasai sebagian besar sumber daya bahan baku baterai, seperti litium, kobalt, dan nikel. Dengan mengendalikan rantai pasokan ini, mereka mampu menekan biaya produksi baterai, yang merupakan komponen termahal dalam kendaraan listrik.

Di sisi lain, Korea Selatan memiliki perusahaan teknologi besar seperti LG, Samsung, dan SK Innovation yang memproduksi baterai berkualitas tinggi dengan harga lebih kompetitif. Dengan sinergi antara industri otomotif dan perusahaan teknologi, Korea mampu menawarkan kendaraan listrik yang efisien dengan harga lebih terjangkau dibandingkan Eropa.

4. Dukungan Pemerintah yang Lebih Terarah

Baik Tiongkok maupun Korea memiliki kebijakan pemerintah yang lebih terarah dalam mendukung industri kendaraan listrik. Pemerintah Tiongkok, misalnya, memberikan insentif besar-besaran kepada produsen mobil listrik lokal dan membangun infrastruktur pendukung seperti jaringan stasiun pengisian daya yang luas.

Korea Selatan juga menerapkan strategi serupa dengan memberikan insentif pajak kepada perusahaan otomotif yang berinvestasi dalam teknologi kendaraan listrik. Namun, berbeda dengan Eropa yang cenderung memberikan subsidi tanpa mempertimbangkan efektivitasnya, Korea lebih selektif dalam memberikan dukungan. Perusahaan yang tidak mampu bersaing tidak akan mendapatkan bantuan pemerintah, sehingga hanya perusahaan yang benar-benar kompetitif yang bisa bertahan.

5. Fokus pada Pasar Global

Produsen mobil listrik dari Tiongkok dan Korea tidak hanya fokus pada pasar domestik tetapi juga agresif dalam ekspansi global. BYD, misalnya, telah masuk ke pasar Eropa, Amerika Latin, dan Asia Tenggara dengan menawarkan mobil listrik yang lebih murah dan memiliki teknologi mutakhir. Hyundai dan Kia juga sukses memasuki pasar global dengan model seperti Hyundai Ioniq dan Kia EV6 yang memiliki performa tinggi dan harga bersaing.

Sementara itu, produsen mobil listrik di Eropa masih berkutat dengan berbagai kendala, mulai dari regulasi hingga biaya produksi yang tinggi. Akibatnya, mereka kesulitan untuk bersaing di pasar internasional dan semakin tertinggal dari Tiongkok dan Korea dalam hal adopsi kendaraan listrik.

Masa Depan Industri Mobil Listrik Global

Tiongkok berhasil mendominasi industri EV bukan hanya karena subsidi, tetapi juga karena mereka memahami “economies of scale.” Dengan biaya produksi yang lebih murah dan pengembangan teknologi yang lebih agresif, mereka mampu menghasilkan mobil listrik dengan harga yang jauh lebih kompetitif dibandingkan negara lain.

Sementara itu, negara-negara Barat menghadapi dilema besar. Mereka ingin mendorong adopsi mobil listrik, tetapi di sisi lain, mereka tidak ingin kalah bersaing dengan Tiongkok. Proteksionisme mungkin bisa menjadi solusi jangka pendek, tetapi tanpa inovasi nyata, industri otomotif mereka bisa semakin tertinggal.

Lantas, bagaimana masa depan industri mobil listrik? Apakah negara-negara Barat akan mampu mengejar ketertinggalan dari Tiongkok, atau justru semakin tertinggal dalam perlombaan ini? Kita tunggu perkembangannya

Kesimpulan:

Dominasi mobil listrik Tiongkok semakin nyata dan mengkhawatirkan negara-negara Barat. Dengan harga yang lebih murah dan adopsi teknologi yang lebih cepat, produsen EV dari Tiongkok seperti BYD kini memimpin pasar global. Negara-negara Barat menghadapi dilema antara mendukung mobil listrik atau melindungi industri lokal mereka. Namun, tanpa inovasi yang nyata, industri otomotif mereka bisa semakin tertinggal.

Apa pendapatmu tentang dominasi mobil listrik Tiongkok? Apakah negara-negara Barat bisa mengejar ketertinggalan ini?

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *